Dibuat pada momentum hari-hari besar seperti lebaran Idul Fitri dn Idul Adha, atau ada kegiatan khusus keluarga besar. Dalam situasi hari-hari biasa sulit untuk ditemukan, kecuali ada rumah makan yang menyajikan kuliner khas ini. Mula mula aku mengenal kuliner khas yang satu ini, ketika pertama kali pulang saat lebaran Idul Fitri bersama anggota keluarga. Kakak ipar menyuguhkan gulai itiak lado ijau dan nasi baru siap masak terhidang diruang tengah.
Kenapa kuliner ini menjadi khas disebabkan beberapa faktor, di antaranya pertama dibuat atau disajikan bukan setiap waktu. Kedua tidak berlaku umum, artinya tak semua orang yang pandai memasaknya. Ketiga, jika pun ada di rumah makan hanya di beberapa saja dapat ditemukan.Kuliner khas, tentu berkaitan soal rasa. Jelas ditentukan pada bahan dan bumbu yang disajikan.
Bahannya seperti bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, daun jeruk, daun serai, daun salam dan kunyit halus secukupnya. Cabe hijau keriting, minyak goreng, baru itiak satu atau dua ekor, bisa lebih sesuai kebutuhan. Itiak disembelih, lalu dikuliti dan selanjutnya dibakar dengan batok kelapa dengan apinya sedang berkobar.
Beda caranya dengah membakar ikan. Pembakaran harus diusahakan merata, agar keluar minyak yang ada dalam badan itiak tersebut. Konon langkah itu, guna menghilangkan bauk amis pada tubuh itiak. Selanjutnya baru dicuci dan dipotong-potong sesuai ukuran yang diinginkan. Sedangkan bumbu ditumis, termasuk cabe kriting hijau sudah digiling/blender halus.
Setelah beberapa menit, baru masukan daging itiak dan aduk hingga rata. Apakah sudah matang, belum?, tunggu sekitar lima menit. Selanjutnya tambah air putih dan dimasak sampai matang dengan waktu minimal satu jam. Setelah melaui proses satu jam, lalu apa langkah yang dilakukan?. Ya cuci tangan, ambil nasi dan santap...nikmati pedasnya.